Walknesia.id – Jakarta – Komisi I DPR RI mengagendakan pembahasan khusus terkait tumpang tindih regulasi dan pembagian tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antar-kementerian dalam penanganan judi online (judol) yang kian meresahkan masyarakat. Pembahasan ini muncul menyusul maraknya praktik perjudian digital yang semakin sulit dibendung di Indonesia.
Ketua Komisi I DPR RI, dalam keterangannya kepada wartawan di Gedung DPR Senayan, Jakarta, menyoroti pentingnya kejelasan pembagian peran dan tanggung jawab antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kementerian Hukum dan HAM, serta Kementerian Dalam Negeri dalam upaya memberantas judi online.
“Saat ini masih terjadi overlapping kewenangan antar-kementerian. Misalnya, ketika Kominfo memblokir situs judi online, dalam hitungan jam bahkan menit, situs serupa sudah muncul dengan domain baru. Ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dilakukan belum efektif dan membutuhkan koordinasi yang lebih baik,” jelasnya.
Permasalahan regulasi judi online di Indonesia semakin kompleks karena melibatkan berbagai aspek, mulai dari teknologi informasi, penegakan hukum, hingga sosial budaya. Berdasarkan data yang dihimpun, sepanjang tahun 2023, Kominfo telah memblokir lebih dari 100.000 situs judi online. Namun, angka ini tampaknya belum mampu menghentikan maraknya praktik perjudian digital di tanah air.
Wakil Ketua Komisi I DPR menambahkan bahwa diperlukan pendekatan komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. “Kita tidak bisa mengandalkan pemblokiran situs semata. Perlu ada strategi pencegahan yang melibatkan edukasi masyarakat, penegakan hukum yang tegas, dan kerja sama internasional mengingat sebagian besar operator judi online beroperasi dari luar negeri,” ujarnya.
Dalam rapat yang direncanakan, Komisi I DPR akan mengundang perwakilan dari berbagai kementerian terkait untuk membahas beberapa poin krusial, di antaranya:
1. Pemetaan ulang tupoksi masing-masing kementerian dalam penanganan judi online
2. Pembentukan satuan tugas khusus lintas kementerian
3. Penguatan regulasi dan sanksi hukum
4. Peningkatan kerja sama internasional dalam memberantas judi online
5. Pengembangan sistem deteksi dini dan pencegahan
Sementara itu, pengamat kebijakan publik dari salah satu universitas terkemuka di Jakarta menilai bahwa carut marut regulasi judi online di Indonesia mencerminkan kompleksitas tantangan di era digital. “Pemerintah perlu mengadopsi pendekatan yang lebih adaptif dan responsif terhadap perkembangan teknologi. Regulasi yang ada harus mampu mengantisipasi berbagai modus operandi baru dalam praktik perjudian online,” paparnya.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya melibatkan sektor swasta, terutama penyedia layanan internet dan platform digital, dalam upaya memberantas judi online. “Kolaborasi dengan sektor swasta bisa memperkuat sistem deteksi dan pencegahan, sekaligus memutus rantai distribusi konten ilegal,” tambahnya.
Rapat pembahasan regulasi dan tupoksi antar-kementerian ini diharapkan dapat menghasilkan kerangka kerja yang lebih jelas dan efektif dalam memberantas praktik judi online. Masyarakat berharap pembahasan ini tidak sekadar menjadi forum diskusi, tetapi mampu menghasilkan langkah konkret untuk mengatasi permasalahan yang sudah lama meresahkan ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan keprihatinannya terhadap meningkatnya keterlibatan anak dan remaja dalam perjudian online. “Berdasarkan survei terbaru kami, 15% remaja usia 14-17 tahun mengaku pernah mengakses situs judi online. Ini sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan penanganan serius dari semua pihak,” ungkapnya.
KPAI mencatat setidaknya terdapat 500 laporan sepanjang tahun 2023 terkait keterlibatan anak dalam perjudian online. Angka ini meningkat 75% dibandingkan tahun sebelumnya. “Kemudahan akses internet dan minimnya pengawasan menjadi faktor utama. Kami mendorong pemerintah untuk memperkuat sistem verifikasi usia dan pengawasan konten digital,” tambahnya.
Dari perspektif penegakan hukum, Kepolisian Republik Indonesia melaporkan telah menangani lebih dari 800 kasus terkait judi online sepanjang tahun 2023. “Modus operandinya semakin canggih. Para pelaku memanfaatkan teknologi enkripsi dan sistem pembayaran digital yang sulit dilacak. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi aparat penegak hukum,” jelas Kepala Divisi Humas Polri.
Menanggapi kompleksitas permasalahan ini, Komisi I DPR berencana menggelar rapat dengar pendapat dengan melibatkan tidak hanya kementerian terkait, tetapi juga asosiasi penyedia jasa internet, platform media sosial, dan pakar keamanan siber. “Kami ingin memastikan bahwa solusi yang dihasilkan bersifat komprehensif dan melibatkan semua pemangku kepentingan,” tegas Wakil Ketua Komisi I.
Sementara itu, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyatakan kesiapannya untuk mendukung upaya pemerintah dalam memberantas judi online. “Kami siap berkolaborasi dengan memberikan data teknis dan implementasi solusi teknologi untuk memblokir akses ke situs-situs judi illegal,” ujar Ketua APJII.
Rapat pembahasan yang dijadwalkan minggu depan diharapkan dapat menghasilkan beberapa terobosan penting, termasuk pembentukan sistem monitoring terpadu, penguatan kerja sama internasional, dan penyusunan regulasi yang lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi. Masyarakat berharap pembahasan ini tidak sekadar menghasilkan rekomendasi, tetapi juga langkah konkret yang dapat segera diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan judi online yang semakin meresahkan.