
walknesia.id – Korea Selatan kini sedang menjadi sorotan setelah tuduhan bahwa negara tersebut telah “mengekspor” ribuan anak untuk diadopsi di luar negeri. Tuduhan ini mencuat setelah sejumlah laporan mengungkapkan bahwa ribuan anak asal Korea Selatan diadopsi oleh keluarga asing, terutama di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Eropa, dalam beberapa dekade terakhir. Walaupun niat awalnya adalah untuk memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak, kini muncul banyak pertanyaan mengenai transparansi dan etika dalam proses adopsi ini.
Sejarah Adopsi Internasional di Korsel
Sejak akhir Perang Korea pada tahun 1953, angka adopsi internasional dari Korea Selatan sangat tinggi. Banyak anak-anak, khususnya yang berasal dari keluarga miskin atau mereka yang tidak mampu merawat anaknya, akhirnya diserahkan untuk diadopsi oleh keluarga asing. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul pertanyaan apakah adopsi ini benar-benar memberikan kesempatan lebih baik bagi anak-anak tersebut, atau justru memperdagangkan mereka melalui agen adopsi internasional yang berfokus pada keuntungan.
Hal ini memunculkan dugaan bahwa proses adopsi sering kali dilakukan tanpa persetujuan penuh dari orangtua kandung, yang menambah kekhawatiran terkait etika dan keadilan dalam praktik tersebut. Dengan begitu, banyak pihak merasa proses tersebut tidak hanya merugikan anak, tetapi juga orangtua yang mungkin tidak diberi pilihan yang layak untuk mempertahankan hak asuh.
Faktor-Faktor yang Mendorong Tingginya Angka Adopsi
Salah satu alasan mengapa Korea Selatan memiliki angka adopsi internasional yang tinggi adalah stigma sosial yang melekat pada anak-anak yang lahir di luar nikah. Di dalam budaya Korea yang sangat menjunjung tinggi kehormatan keluarga, anak-anak yang dilahirkan di luar pernikahan seringkali dianggap sebagai aib bagi keluarga mereka. Dalam hal ini, adopsi internasional dianggap sebagai solusi terbaik untuk memberi anak-anak tersebut kesempatan hidup yang lebih baik, meski mereka terpaksa berpisah dari keluarga asalnya.
Pemerintah Korea Selatan juga sering kali dianggap gagal dalam menangani masalah sosial yang berkaitan dengan kesulitan ekonomi keluarga. Meskipun ada program bantuan sosial, banyak keluarga merasa tidak mampu membesarkan anak mereka dengan layak, sehingga menyerahkan anak untuk diadopsi menjadi pilihan terakhir yang diambil.
Tuduhan Praktik Tidak Etis dalam Proses Adopsi
Dalam beberapa tahun terakhir, tuduhan terkait praktik tidak etis dalam proses adopsi Korea Selatan semakin mencuat. Beberapa laporan menunjukkan bahwa proses adopsi sering dilakukan tanpa persetujuan orangtua kandung, bahkan tanpa memberi mereka kesempatan untuk mempertahankan anak mereka. Banyak keluarga yang merasa terpaksa untuk menyerahkan anak mereka karena kurangnya informasi dan transparansi dalam proses adopsi ini.
Selain itu, agen adopsi internasional yang terlibat dalam proses ini juga mendapat sorotan. Beberapa agen adopsi diduga terlibat dalam praktik yang tidak transparan dan merugikan pihak keluarga. Ini menimbulkan pertanyaan apakah adopsi internasional benar-benar didorong oleh niat baik untuk membantu anak-anak, atau hanya untuk kepentingan bisnis.
Dampak Sosial dan Hukum Adopsi Internasional
Dampak dari praktik adopsi internasional ini sangat besar, baik bagi anak-anak yang terlibat maupun bagi keluarga mereka. Banyak anak yang diadopsi ke luar negeri mengalami trauma psikologis akibat terpisah dari keluarga asal mereka. Mereka juga sering kali kesulitan beradaptasi dengan budaya baru mereka, dan merasa bingung tentang identitas dan asal-usul mereka.
Dari sisi hukum, banyak yang menganggap bahwa proses ini melanggar hak-hak dasar anak dan orangtua, yang berhak untuk tetap bersama keluarga mereka, kecuali dalam kondisi yang sangat mendesak. Negara ini menghadapi kritik tajam dari lembaga-lembaga internasional yang mengkhawatirkan potensi pelanggaran terhadap hak anak yang terjadi dalam praktik adopsi ini.
Tindak Lanjut Pemerintah Korea Selatan
Menanggapi tuduhan ini, pemerintah Korea Selatan berkomitmen untuk memperbaiki sistem adopsi mereka. Beberapa langkah yang diambil termasuk memperketat peraturan terkait adopsi internasional dan memastikan bahwa adopsi dilakukan dengan penuh transparansi, serta memberikan lebih banyak dukungan kepada keluarga yang menghadapi kesulitan. Negara ini juga berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi keluarga agar mereka tidak merasa terpaksa untuk menyerahkan anak mereka.
Selain itu, Korea Selatan juga berencana untuk lebih memperhatikan hak-hak anak dalam setiap proses adopsi dan memberi kesempatan yang lebih besar kepada keluarga untuk mempertahankan hubungan dengan anak mereka meskipun mereka diadopsi.
Kesimpulan
Tuduhan bahwa Korea Selatan telah mengekspor ribuan anak untuk diadopsi di luar negeri menimbulkan banyak kekhawatiran terkait praktik adopsi yang tidak transparan dan etis. Meskipun niat awalnya mungkin baik, yaitu untuk memberi anak-anak kesempatan hidup yang lebih baik, banyak pihak yang merasa bahwa proses ini merugikan anak-anak dan keluarga mereka. Oleh karena itu, reformasi sistem adopsi di Korea Selatan sangat diperlukan agar dapat dilakukan dengan lebih adil dan transparan, serta memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi.