walknesia.id – Universitas Hasanuddin (Unhas) akhirnya memberikan klarifikasi terkait beredarnya chat staf Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) yang dinilai meremehkan trauma yang dialami oleh korban pelecehan seksual. Percakapan tersebut sempat viral di media sosial dan mendapat kecaman dari berbagai pihak, terutama aktivis perempuan dan mahasiswa yang menganggap bahwa komentar tersebut tidak sesuai dengan etika dan prinsip perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Pihak Unhas menyatakan bahwa mereka sangat menyesalkan kejadian ini dan menegaskan bahwa sikap yang ditunjukkan oleh staf PPKS tidak mencerminkan nilai-nilai kampus yang selalu mendukung perlindungan terhadap korban kekerasan seksual. Dalam pernyataan resmi, Unhas menegaskan komitmennya untuk menangani setiap kasus kekerasan seksual dengan serius, serta memastikan bahwa pihak-pihak terkait diberi pendidikan yang memadai tentang dampak psikologis yang dialami oleh korban.
Rektor Unhas dalam keterangannya mengatakan bahwa kejadian ini harus dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas penanganan kasus kekerasan seksual di kampus. “Kami berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang aman dan penuh empati bagi semua civitas akademika. Semua staf, terutama yang terlibat dalam penanganan korban kekerasan seksual, akan diberikan pelatihan lebih lanjut agar dapat merespons setiap kasus dengan lebih sensitif,” ujarnya.
Sebagai tindak lanjut, Unhas telah meminta klarifikasi dari staf PPKS yang terlibat dalam percakapan tersebut dan berjanji akan mengambil tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku jika terbukti ada pelanggaran. Kampus juga akan memperbaiki kebijakan dan prosedur penanganan kekerasan seksual, serta memastikan bahwa setiap kasus ditangani dengan lebih hati-hati dan profesional.
Pernyataan Unhas ini sekaligus menjadi pengingat bahwa penanganan kekerasan seksual membutuhkan perhatian lebih. Kasus ini juga memicu perdebatan di kalangan aktivis dan mahasiswa mengenai pentingnya peningkatan kapasitas staf kampus dalam mengatasi masalah trauma psikologis yang dialami korban. Aktivis perempuan menyarankan agar kampus tidak hanya fokus pada penanganan fisik korban, tetapi juga memberikan perhatian lebih kepada dampak psikologis yang sering kali tidak terlihat.
Unhas berharap langkah-langkah yang diambil dapat mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Selain itu, dengan adanya perbaikan kebijakan dan prosedur penanganan kasus kekerasan seksual, diharapkan kampus ini dapat menjadi contoh bagi perguruan tinggi lain dalam menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi korban kekerasan seksual.