Walknesia.id – Rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen menuai penolakan keras dari berbagai pihak, salah satunya Partai Buruh. Ketua Partai Buruh, Said Iqbal, menyatakan bahwa kebijakan ini tidak berpihak pada rakyat kecil dan dapat memperburuk kondisi ekonomi masyarakat yang saat ini masih dalam tahap pemulihan pascapandemi.
Dalam pernyataannya, Partai Buruh menegaskan bahwa mereka akan mengerahkan massa untuk melakukan demonstrasi besar jika pemerintah tetap melanjutkan kebijakan tersebut. “Kenaikan PPN akan langsung berdampak pada daya beli masyarakat, terutama buruh, petani, dan nelayan. Kami tidak akan tinggal diam melihat kebijakan yang semakin membebani rakyat kecil,” ujar Said Iqbal.
Mengapa Partai Buruh Menolak?
Kenaikan PPN dianggap akan memperbesar beban hidup masyarakat karena harga barang dan jasa secara otomatis akan meningkat. Sebagai pajak yang dikenakan pada konsumsi, PPN bersifat regresif, artinya lebih memberatkan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dibandingkan mereka yang berpenghasilan tinggi.
Partai Buruh juga menilai bahwa pemerintah seharusnya fokus pada langkah-langkah pemulihan ekonomi yang mendorong daya beli masyarakat, bukan malah memberlakukan kebijakan yang bisa melemahkan ekonomi rakyat. “Alih-alih menaikkan pajak, pemerintah seharusnya mencari cara untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa menekan rakyat kecil, seperti memberantas kebocoran pajak dari sektor korporasi besar,” tegas Said Iqbal.
Ancaman Demonstrasi Nasional
Partai Buruh mengumumkan bahwa mereka telah merencanakan aksi demonstrasi besar-besaran di berbagai kota besar di Indonesia jika pemerintah tidak mengurungkan niatnya. Aksi ini disebut akan melibatkan berbagai elemen buruh, petani, dan kelompok masyarakat sipil lainnya.
Menurut Said Iqbal, demonstrasi ini akan menjadi peringatan kepada pemerintah bahwa kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat tidak akan diterima begitu saja. “Kami akan mengerahkan ribuan massa untuk menyampaikan pesan kepada pemerintah bahwa rakyat membutuhkan kebijakan yang adil, bukan yang memberatkan,” katanya.
Demonstrasi besar ini direncanakan berlangsung secara damai dan terorganisir, dengan tujuan menyampaikan aspirasi masyarakat yang terdampak kebijakan tersebut. Partai Buruh juga menekankan pentingnya dialog antara pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik bagi semua pihak.
Respons Pemerintah
Pihak pemerintah, melalui Kementerian Keuangan, menjelaskan bahwa rencana kenaikan PPN merupakan bagian dari reformasi perpajakan yang bertujuan meningkatkan penerimaan negara. Kebijakan ini diklaim penting untuk mendukung program-program pembangunan nasional, seperti infrastruktur dan pendidikan.
Namun, pemerintah juga menyatakan bahwa akan ada mekanisme pengaman bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. “Kami akan memastikan bahwa masyarakat kecil tetap terlindungi melalui program subsidi dan bantuan sosial yang sudah dirancang,” ujar salah satu pejabat Kementerian Keuangan.
Meski demikian, penjelasan ini tidak sepenuhnya meredakan kekhawatiran Partai Buruh dan kelompok masyarakat lainnya. Mereka menilai bahwa dampak langsung dari kenaikan PPN tidak bisa sepenuhnya diimbangi oleh program bantuan pemerintah.
Dukungan dari Elemen Masyarakat Lain
Penolakan terhadap kenaikan PPN tidak hanya datang dari Partai Buruh. Beberapa organisasi masyarakat sipil, akademisi, dan ekonom juga mengkritik kebijakan ini. Mereka menilai bahwa waktu penerapan kebijakan tersebut kurang tepat, mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang masih rapuh.
Beberapa pengamat juga menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada perbaikan sistem perpajakan, seperti meningkatkan kepatuhan pajak dan menekan kebocoran penerimaan negara. “Ada banyak cara untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa harus membebani rakyat kecil. Reformasi administrasi pajak harus menjadi prioritas utama,” ujar seorang pengamat ekonomi.
Harapan untuk Solusi yang Lebih Baik
Di tengah kontroversi ini, Partai Buruh berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali rencana kenaikan PPN. Mereka mengusulkan adanya dialog terbuka antara pemerintah, perwakilan buruh, dan masyarakat sipil untuk membahas dampak kebijakan ini secara menyeluruh.
“Kami tidak menolak reformasi perpajakan, tetapi reformasi harus dilakukan dengan prinsip keadilan. Jangan sampai rakyat kecil menjadi korban dari kebijakan yang tidak seimbang,” pungkas Said Iqbal.
Dengan ancaman demonstrasi besar yang semakin nyata, pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit: melanjutkan kebijakan yang dianggap strategis untuk penerimaan negara atau mendengar suara rakyat yang menuntut keadilan ekonomi.