Walknesia.id – Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa bulan terakhir telah menekankan pentingnya kebijakan pertahanan yang mandiri sebagai landasan untuk memperkuat kedaulatan nasional Indonesia. Langkah ini dianggap sebagai salah satu prioritas utama pemerintahan Prabowo-Gibran, yang ingin memperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi dinamika geopolitik yang semakin kompleks di Asia Tenggara dan dunia. Kemandirian dalam sistem pertahanan diharapkan akan memperkecil ketergantungan pada pihak asing, khususnya dalam pengadaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), serta mendorong industri pertahanan dalam negeri.
Di tengah ketidakpastian global dan persaingan antar negara besar, kebijakan pertahanan yang mandiri dinilai krusial untuk memastikan Indonesia mampu mempertahankan kedaulatannya tanpa harus bergantung pada kekuatan luar. Prabowo menyatakan bahwa ketahanan sebuah negara sangat erat kaitannya dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan pertahanan secara mandiri. Hal ini berarti bahwa Indonesia tidak hanya harus memiliki kekuatan militer yang cukup, tetapi juga harus memiliki industri pertahanan yang mampu mendukung berbagai aspek kebutuhan militer secara mandiri.
Membangun Industri Pertahanan yang Mandiri
Salah satu strategi utama Prabowo dalam menciptakan kebijakan pertahanan yang mandiri adalah dengan mendorong pembangunan industri pertahanan nasional. Menurut Prabowo, ketergantungan Indonesia pada persenjataan dan teknologi militer asing harus mulai dikurangi secara bertahap. Dalam pidatonya, Presiden menyebut bahwa penting bagi Indonesia untuk memiliki kemampuan memproduksi alutsista sendiri, seperti pesawat tempur, kapal perang, dan sistem persenjataan lainnya.
Pemerintah saat ini sedang berupaya memperkuat kolaborasi antara lembaga penelitian, industri, dan perguruan tinggi dalam mengembangkan teknologi pertahanan yang relevan. Kerja sama dengan sektor swasta juga diintensifkan untuk mempercepat proses alih teknologi dan inovasi. Melalui kolaborasi ini, Prabowo berharap Indonesia mampu memproduksi berbagai jenis alutsista dengan kualitas tinggi yang sesuai dengan kebutuhan geografis dan kondisi alam Indonesia.
Selain itu, pemerintah juga mendorong BUMN strategis seperti PT Pindad dan PT PAL Indonesia untuk lebih berperan aktif dalam proyek pengembangan dan produksi alutsista. Langkah ini diyakini dapat menjadi pemacu bagi industri pertahanan lokal untuk berkembang lebih pesat, sekaligus membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja Indonesia di bidang teknologi pertahanan.
Mengurangi Ketergantungan pada Impor Alutsista
Prabowo menegaskan bahwa salah satu tujuan utama kebijakan pertahanan mandiri adalah untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor alutsista dari negara lain. Selama ini, Indonesia masih bergantung pada negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Rusia, dan China untuk memenuhi kebutuhan persenjataan. Ketergantungan semacam ini dinilai kurang ideal karena berpotensi mengancam kedaulatan Indonesia jika negara-negara tersebut memberlakukan embargo atau pembatasan ekspor pada produk-produk tertentu.
Melalui kebijakan pertahanan mandiri, Prabowo menginginkan agar Indonesia dapat memproduksi sendiri sebagian besar alutsistanya, terutama yang digunakan untuk menjaga kedaulatan di perbatasan dan wilayah-wilayah strategis lainnya. Meskipun proses ini memerlukan waktu dan biaya yang cukup besar, Prabowo optimistis bahwa dalam jangka panjang, langkah ini akan memberikan dampak positif bagi kemandirian pertahanan Indonesia.
Fokus pada Pengembangan Sumber Daya Manusia
Selain penguatan alutsista, kebijakan pertahanan mandiri juga menempatkan fokus besar pada pengembangan sumber daya manusia (SDM) di bidang pertahanan. Prabowo menyadari bahwa tanpa personel militer yang terlatih dan berkualitas, alutsista yang canggih sekalipun tidak akan bisa berfungsi optimal. Oleh karena itu, pemerintah juga berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan bagi anggota TNI dan seluruh personel yang bekerja di sektor pertahanan.
Program pelatihan intensif yang melibatkan kerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri maupun akademi militer asing akan diperbanyak. Tujuannya adalah agar personel TNI dapat menguasai berbagai teknologi dan strategi militer terbaru yang relevan dengan kebutuhan pertahanan Indonesia. Selain itu, pemerintah juga akan memberikan beasiswa dan program magang untuk mahasiswa yang tertarik pada bidang teknologi pertahanan, sehingga generasi muda Indonesia dapat berkontribusi dalam membangun kemandirian pertahanan negara.
Kebijakan Pertahanan yang Responsif terhadap Tantangan Global
Di era globalisasi ini, ancaman terhadap kedaulatan negara tidak hanya datang dari ancaman militer konvensional seperti invasi atau serangan langsung, tetapi juga dari bentuk ancaman non-konvensional, seperti serangan siber, penyelundupan, dan terorisme. Prabowo menyadari bahwa Indonesia harus memiliki strategi pertahanan yang adaptif dan responsif terhadap berbagai macam ancaman tersebut.
Untuk itu, pemerintah berencana memperkuat keamanan siber melalui pembentukan tim khusus di dalam tubuh TNI dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara lain dalam bidang intelijen dan keamanan. Langkah ini diharapkan mampu meningkatkan ketahanan Indonesia dalam menghadapi ancaman yang sifatnya asimetris, yang sering kali datang secara tak terduga.
Warisan Kemandirian Pertahanan untuk Masa Depan
Prabowo berharap bahwa kebijakan pertahanan mandiri ini akan menjadi warisan penting bagi Indonesia di masa mendatang. Dengan kemandirian dalam sektor pertahanan, Indonesia tidak hanya akan lebih kuat dalam menjaga kedaulatan wilayahnya, tetapi juga akan lebih dihormati di kancah internasional sebagai negara yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.
Kebijakan ini mencerminkan visi Prabowo yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat sepenuhnya dan tidak tergantung pada kekuatan asing. Melalui kebijakan ini, diharapkan bahwa generasi mendatang akan memiliki landasan yang kuat untuk membangun Indonesia yang mandiri, kuat, dan bermartabat di mata dunia.