Walknesia.id – Sikap kritis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap usulan anggaran Kementerian Hukum dan HAM senilai Rp 20 triliun mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk para pakar kebijakan publik. Langkah DPR yang meminta kementerian untuk lebih realistis dalam pengajuan anggaran dinilai sebagai bentuk pengawasan yang tepat dalam pengelolaan keuangan negara.
Prof. Dr. Andi Wijayanto, pakar kebijakan publik dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa sikap DPR tersebut mencerminkan kehati-hatian dalam mengelola anggaran negara. “Dalam situasi ekonomi yang masih pemulihan seperti sekarang, setiap rupiah dari APBN harus dikelola dengan sangat cermat. Usulan anggaran sebesar Rp 20 triliun memang perlu dikaji lebih dalam terkait urgensi dan efektivitasnya,” ujarnya.
Sementara itu, Dr. Ratna Megawangi, pengamat kebijakan anggaran, menyoroti pentingnya skala prioritas dalam penganggaran. “Kita harus memahami bahwa ada banyak sektor yang membutuhkan anggaran. Meskipun isu HAM sangat penting, pengalokasian anggaran harus tetap mempertimbangkan kemampuan fiskal negara dan prioritas pembangunan secara keseluruhan,” jelasnya.
Dalam rapat kerja sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM mengajukan usulan anggaran sebesar Rp 20 triliun untuk program-program terkait HAM. Angka ini dinilai terlalu tinggi oleh Komisi III DPR yang membidangi masalah hukum dan HAM. DPR meminta kementerian untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian terhadap usulan tersebut.
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA), Dr. Ahmad Farid, menambahkan bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam penganggaran harus menjadi prioritas. “Setiap rupiah yang dianggarkan harus bisa dipertanggungjawabkan penggunaannya. Kita perlu detail program yang jelas, target yang terukur, dan mekanisme monitoring yang efektif,” tegasnya.
Beberapa anggota DPR juga menyoroti pentingnya efisiensi anggaran. “Kami mendukung upaya penegakan HAM, tetapi anggarannya harus realistis dan terukur. Perlu ada kajian mendalam tentang output dan outcome dari setiap program yang diusulkan,” ujar Bambang Widjojanto, anggota Komisi III DPR.
Para aktivis HAM sendiri memberikan pandangan berbeda. Maria Catarina dari Lembaga Advokasi HAM Indonesia menyatakan bahwa investasi besar di bidang HAM adalah sebuah keharusan. “Memang angkanya terlihat besar, tetapi jika dibandingkan dengan kompleksitas permasalahan HAM di Indonesia, anggaran tersebut sebenarnya masih proporsional,” jelasnya.
Dr. Heru Susetyo, pakar hukum dan HAM dari Universitas Indonesia, mengusulkan pendekatan bertahap dalam penganggaran. “Mungkin bisa dimulai dengan anggaran yang lebih kecil namun fokus pada program-program prioritas. Setelah terbukti efektif, baru kemudian ditingkatkan secara bertahap,” sarannya.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Dr. Aviliani, mengingatkan tentang pentingnya mempertimbangkan kondisi makro ekonomi dalam penganggaran. “Dalam situasi ketidakpastian ekonomi global seperti sekarang, kita harus sangat hati-hati dalam mengalokasikan anggaran. Setiap keputusan anggaran harus mempertimbangkan sustainability fiskal jangka panjang,” tegasnya.
Terlepas dari perdebatan yang ada, sikap kritis DPR terhadap usulan anggaran ini menunjukkan berjalannya mekanisme checks and balances dalam sistem demokrasi Indonesia. Hal ini juga menegaskan pentingnya dialog konstruktif antara eksekutif dan legislatif dalam mencapai keputusan yang optimal bagi kepentingan bangsa.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Anggaran Publik (LKAP), Dr. Susilo Prawiroatmodjo, memberikan perspektif tambahan mengenai potensi optimalisasi anggaran. “Ada banyak cara untuk mengoptimalkan program HAM tanpa harus menggelontorkan anggaran yang terlalu besar. Misalnya dengan meningkatkan sinergi antar lembaga, mengoptimalkan teknologi digital, dan melibatkan partisipasi masyarakat sipil,” paparnya.
Sementara itu, kajian komparatif dengan negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa besaran anggaran HAM Indonesia sebenarnya sudah cukup kompetitif. “Jika dibandingkan dengan GDP, anggaran HAM kita masih dalam kisaran wajar. Yang perlu ditingkatkan adalah efektivitas penggunaannya,” jelas Dr. Rimawan Pradiptyo, ekonom dari Universitas Gadjah Mada.
Dalam konteks pelaksanaan program, Kepala Biro Perencanaan Kemenkumham, Agus Santoso, memaparkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap usulan anggaran tersebut. “Kami akan review kembali setiap komponen anggaran, mempertajam prioritas program, dan mencari cara-cara yang lebih efisien dalam pelaksanaan kegiatan,” ujarnya.